Minggu, 09 September 2012

Kisah Pencarian Cinta Sang Raja Muda

Salam Kawan!
Lama sekali tak jumpa. mungkin sudah 2 tahun aku tak menyapa kalian seperti sehangat ini lagi. semacam ada kerinduan yang sangat. tak bisa diukur. hanya bisa dirasa.

Bagaimana kabar kalian semua?
Pasti baik2 saja bukan? bagaimana tidak baik, sudah bertemu keluarga besar di hari Fitri tahun ini. bagi yang tidak juga pasti sedang gembira karena gaji akhir bulan sudah cair dan dapat THR. tapi masih ada kebahagiaan yang luar biasa yang mungkin tidak kita sadari. Apakah kalian tahu apa itu? sini biar kuberi tahu! yaitu kita masih bisa bernafas men! memuji Tuhan men! bersembah sujud pada-Nya. dan yang paling penting kita masih diberi kesempatan memperbaiki kesalahan-kesalahan kita di masa lalu sebelum kita kembali ke haribaan-Nya.

Sebelum kulanjutkan dengan kisah, aku ingin mengucapkan maaf bagi kawan-kawan semua. siapa tahu, meski kita belum pernah berjumpa sekali pun aku pernah menyinggung perasaan kalian semua lewat tulisan-tulisanku ini. kau tahu, bisa jadi ada kesalahpahaman di dalamnya. Sekali lagi mohon maaf.

Sudahlah... aku termasuk orang yang terlalu melankolis. Tak tahan dengan suasana haru. Aku tak ingin lagi meneteskan air mata terlalu banyak dan terlalu sering karena kejadian yang pernah menimpaku akhir-akhir ini. mungkin akan ku bagi sebagian saja, dan yang sebagian lagi akan tetap jadi milik hatiku, takkan ku bagi. terlalu pribadi.

Inilah sebuah kisah tentang negeri dongeng.
terdapat sebuah kerajaan di negeri antah berantah. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang Raja yang masih muda karena raja sebelumnya yaitu ayah dari si raja muda itu telah mati diracuni oleh mata-mata yang menyamar menjadi dayang dengan racun arsenik ketika Sang Raja tengah asyik berjemur di samping kolam renang dan meminum Es Lemon yang telah terkontaminasi dengan racun arsenik itu.

Sang Raja Muda awalnya hendak menghukum gantung mata-mata itu. Akan tetapi si mata-mata itu memohon maaf dan bersedia melakukan apapun demi permohonan maaf. Sang Raja Muda meminta dia untuk mencarikan penyembuh kegundahan hati si Raja Muda yang telah ditinggal kekasihnya dengan di beri tenggang waktu hanya 1 minggu. Mengapa hanya 1 minggu? karena Raja Muda tak ingin terlalu lama merasakan sakit hatinya dan jika dalam 1 minggu itu dia tidak sembuh, maka dia akan bunuh diri dengan meminum racun arsenik, sama seperti cara kematian sang ayah.

Sang mata-mata itu menerimanya. dan siap menanggung resikonya. yaitu dia pun meminum racun yang sama. racun yang sangat mematikan. dengan meminum itu, hanya butuh 10 detik untuk mati.

Bagaimanakah kisah selanjutnya?
tunggu di episode berikutnya! :)

Terima Kasih...
    

SEPARUH JIWA YANG TERTINGGAL DAN ANDAI SAJA

Tulisan ini akan ku awali dengan pertanyaan, dan jawaban yang tak perlu aku beri, biar kalian jawab sendiri dalam hati.
Apakah kalian pernah merasakan terbangun dari tidur lalu menemukan jiwa kalian telah hilang separuhnya? Bukan karena mimpi semalam yang membuat kalian seperti itu, melainkan kenyataan-kenyataan masa lalu yang di setiap detik mesti kau telan bulat-bulat padahal hatimu ingin menolak. Bahkan dengan tidur sekalipun tidak akan pernah bisa membuatmu melupakannya. Tak pernah benar-benar hilang, meski berganti hari, minggu, bulan, dan tahun. Itulah yang terjadi padaku.
Aku tak akan menjelaskan atau menceritakan kenyataan-kenyataan masa lalu apa saja yang membuatku hampir kehilangan gelora hidup. Ini hanya akan menjadi rahasia dan selamanya akan jadi rahasia sampai aku menemukan wanita pendamping hidupku. Dan akan kuceritakan semua padanya. Biar dia tahu diriku seutuhnya. Diriku di masa lalu. Tapi itu tetaplah masa lalu, dan aku ingin dia mencintai diriku di masa sekarang. Masa diriku bersamanya. Aku sekadar ingin dia tahu saja. Mungkin akan kujadikan sebagai salah satu kisah yang kuceritakan sebelum tidur.
Maaf, aku ini gemar sekali berandai-andai. Tapi itu bisa kujadikan motivasi untuk terus menapaki hidup. Aku yakin seyakin-yakinnya, Allah SWT (Tuhanku, Tuhan kita semua) mendengarkanku, menyaksikanku, dan membaca tulisanku. Dan akan selalu seperti itu.
Semoga diriku semakin kuat dalam mengahadapi kenyataan-kenyataan masa lalu. Mungkin sebagian besar orang menilai masa lalu itu adalah sesuatu hal yang mesti dilupakan. “Masa lalu, ya masa lalu” sejujurnya aku ingin seperti itu. Seperti pikiran banyak orang. Tapi mengapa sulit. Sangat sulit. Bagiku butuh waktu yang sangat panjang untuk bisa melakukannya. Dan sejujurnya aku ini ingin maju, tidak terbelenggu dalam dunia masa lalu. Ku akui aku hidup di masa sekarang. Tapi separuh jiwaku masih tertinggal di masa lalu. Aku ingin dia kembali ke pangkuanku dan menjalani hidup sebagai mana mestinya.
Andai saja... andai saja... semoga dan semoga...
Kau tahu yang terbaik untuk hamba-Mu! Tunjukkanlah jalan itu. Amin...

Kediaman Keluarga Besar KH. Josef CD. 
Pukul 06.30 WIB

Senin, 30 Januari 2012

Mesti Ada Pengorbanan Kecil

Salam, Kawan!

Jumpa kembali kita di taman tulis ini.
Kali ini saya membawa "bekal" untuk diperbincangkan dengan asyik dan menarik. Apa kawan sekalian tahu apa bekal itu?
Mungkin saja kawan pernah membaca sebuah cerpen berjudul Pengorbanan Kecil karya Yopi Setia Umbara yang ditulis dalam blognya yopisetiaumbara.wordpress.com pada 30 Januari 2012. Nah, itulah bekal yang akan saya bagi kali ini. Simaklah!

Dalam tulisan tersebut dikisahkan seorang pengangguran (menurut pandangan kebanyakan orang) yang memiliki sebuah prinsip. Selain itu dia senang berimajinasi dan disalurkannya menjadi sebuah cerpen. Terkadang cerpen itu dia tulis di jejaring sosial semacam blog, facebook atau twitter.

Suatu ketika dia bertemu dengan seorang teman. Kini temannya itu telah menjadi dosen dan berkecukupan materi. Selain bertegur sapa, tentunya terjadi perbincangan di antara mereka. Berikut isi dari perbicangannya:
“Apa kerjaanmu sekarang?” Lalu teman saya bertanya.
“Menulis!” Saya menjawabnya dengan mantap.
“Mengapa kau masih menulis?” Sambutnya.
“Maksudmu?” Jawab saya, mencoba mengurai pertanyaannya.
“Ya, memangnya menulis menghasilkan materi?” Urainya.
“Kadang-kadang.” Kata saya.
“Berarti, pedapatanmu tak pasti?” Lanjutnya.
“Ya, begitulah.” Jawab saya kemudian.
“Lalu kenapa kamu masih bertahan?” Teman saya heran.
“Prinsip, man.” Saya menegaskan.
“Apalah arti sebuah prinsip kalau kamu tak bisa membeli kopi untuk menemanimu menulis!” Kata seorang teman
Bagi seorang idealis seperti dia, mendengarkan pernyataan tersebut sangatlah menusuk hatinya. Lama ia terpekur dan memikirkan terus maksud pernyataan itu sampai muncullah sebuah jawaban bahwa ada benarnya pernyataan tersebut meski sedikit. Jawaban itu adalah bagaimana caranya secangkir kopi dapat menjaga imajinasinya untuk membuat cerita-cerita yang baik yang akan disuguhkan kepada para pembaca. Dengan kata lain, mesti ada pengorbanan kecil demi menjaga prinsip hidupnya tanpa harus mengikuti kepercayaan orang kebanyakan yang sangat mencintai harta dan tahta.

Begitulah akhir dari kisah tentang pengorbanan kecil karya Yopi Setia Umbara.
Semoga kisah dan apresiasi yang saya tunjukan berupa tulisan di blog taman tulis ini dapat menginspirasi kawan-kawan.

"Teruslah berimajinasi, karena berimajinasi itu menyenangkan!"

Sampai jumpa di kisah berikutnya.

Salam, Kawan!

Minggu, 15 Januari 2012

Nenek yang Hilang Senyumnya

Salam kawan!
Percayalah perjumpaan ini akan menjadi abadi jika terus di ceritakan dari masa ke masa, dari satu pihak ke pihak yang lain. Kau tau, ini bukan perjumpaan yang biasa karena ada sebuah makna yang tersirat di balik sebuah cerita yang mungkin kawan-kawan sendiri belum pernah mendengarnya dari siapa pun kecuali dari saya.

Beginilah ceritanya,
Tersebut seorang Nenek yang tinggal di sebuah rumah yang cukup besar, cukup nyaman, yang perabotannya cukup banyak pula, semuanya serba berkecukupan. Rumah itu adalah rumah salah seorang menantunya. Menantunya itu tinggal bersama ketiga anaknya. Si Cikal pergi merantau menimba ilmu di salah satu universitas di Bandung. Istrinya mana? Ya, istrinya (anak si Nenek) telah lama kembali ke pangkuan Allah SWT setelah menderita penyakit komplikasi. Entah apa nama penyakitnya, yang saya ketahui ini-itu tidak beres sistemnya. hampir separuh hartanya ludes hanya untuk meminimalisasi rasa sakitnya. Menantu si Nenek itu memliki usaha yang cukup maju. Mungkin saya cukupkan saja cerita mengenai latar belakang menantunya si Nenek.

Pada paragraf sebelumnya kita sudah tau Nenek itu tinggal dengan fasilitas yang serba berkecukupan. tapi apakah hidupnya bahagia sebahagia nenek-nenek yang lainnya? Tentu tidaklah begitu kawan. Semua keceriaan yang dulu pernah ia goreskan pada senyum sederhananya itu kian lama kian berkurang. Kini dia lebih sering menunggu datangnya pelangi yang memancar dari tawa cucu-cucunya, peluk hangat anak-anaknya, dan kiriman kabar bahwa anaknya baik-baik saja. Dia terus menunggu di balik jendela besar setelah melaksanakan sholat atau usai mengaji. Dia terus saja menunggu dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, bahkan dari tahun ke tahun. sampai sudah susah lagi ia berjalan. Terkadang, saat keheningan datang, tampak si Nenek menitikan air mata yang hampir kering itu dan timbul pertanyaan dalam batinnya, "Kapan anak-anakku pulang? Apakah mereka sudah tak tahu jalan pulang?" Meski dia tahu bahwa anak-anaknya telah memiliki rumah sendiri yang diisi oleh istri dan anak-anak mereka.

Kesedihan itu rupanya telah menjadi makanan sehari-hari setelah sebagian besar anaknya berpulang dengan cara yang jika diresapi sangat menyesakkan dada. Sebagian besar dari mereka mengidap penyakit yang cukup berat, dengan penanganan medis yang cukup rumit, tentunya dengan biaya yang selangit. Untuk ukuran kemampuan seorang nenek yang tidak memiliki pekerjaan tentunya dia hanya bisa mengelus dada, menarik napas panjang, dan berusaha membujuk anak-anaknya yang hanya 4 kepala saja juga memohon bantuan terhadap menantu-menantunya. Miris memang...

Dalam setiap sholatnya terselip pertanyaan-pertanyaan di akhir sujudnya "Mengapa tak Kau renggut saja jiwa ini? Mengapa harus mereka? Dan mengapa aku harus menyaksikan mereka menghadap-Mu lebih cepat dariku? Padahal mereka masih muda, sedang aku sudah renta,"

Dan kini...
Dia hanya bisa menunggu dan terus menunggu hujan  membawa kabar bahwa anak-anak dan cucu-cucunya dalam kondisi baik-baik saja...

Sekian,
Terima kasih.

 NB: Semoga kisah ini menginspirasi kawan-kawan semua.

Salam! Sampai jumpa di kisah berikutnya.